Selamat Datang Kembali KPK di Cimahi, Tuntaskan Kasus Korupsi yang Libatkan Ajay

Elemen mahasiswa saat menggelar unjuk rasa di depan Pendopo DPRD Kota Cimahi menuntut penuntasan kasus korupsi. Foto/Istimewa

BANDUNGSATU.COM – Istilah hattrick biasanya dikenal dalam sepak bola dan dianggap konotasi yang positif karena menggambarkan kondisi dimana seorang pesepak bola yang mencetak 3 goal dalam 1 pertandingan.

Namun hal tersebut berbeda dengan yang disematkan kepada kota Cimahi. Hattrick yang dimaksud ialah 3 Kepala Daerahnya ditangkap KPK. Istilah Cimahi hattrick oleh KPK rasanya sudah seperti ikon yang melekat di kepala banyak orang dibanding dengan keunggulan daerahnya.

Terbaru, para pejabat Pemkot Cimahi kembali diperiksa oleh KPK bertempat di Polres Cimahi belum lama ini. Meski tak terdengar oleh media apalagi oleh warganya, namun seperti kata pepatah bahwa sebau-baunya bangkai pasti akan tercium jua.

Menurut sumber yang bisa dipercaya, kabarnya beberapa pejabat di Kota Cimahi dipanggil oleh KPK kaitan dengan status tersangka yang kembali menjerat Ajay namun dengan kasus yang berbeda (kasus suap).

Masih terngiang dalam ingatan warga Cimahi ketika Jumat keramat di tahun 2020, Wali Kota Cimahi non aktif Ajay M Priatna kala itu tersandung OTT KPK yang berkaitan dengan proyek pengembangan RSU Kasih Bunda dan divonis hukuman 2 tahun penjara.

Artinya bila kabar terkait status tersangka untuk Ajay di kasus yang berbeda itu tidak benar, maka tinggal menghitung hari saja Ajay akan menghirup udara bebas.

Hal ini bermula dalam fakta persidangan kasus OTT yang dilakukan KPK di Kota Cimahi, Wali Kota Cimahi non aktif Ajay mengaku telah memberi uang kepada Robin alias Stepanus Robin Pattuju sebanyak Rp507 juta tentu fakta tersebut menggemparkan Indonesia karena reputasi KPK yang dianggap bersih oleh masyarakat.

Apalagi faktanya penggalangan uang suap tersebut diakui Ajay diberikan oleh Dikdik Suratno (Sekda Cimahi) hasil iuran sukarela dari para Kepala OPD agar tidak terjaring OTT KPK.

Alhasil atas perbuatannya, Robin didakwa bersalah dengan vonis 11 tahun penjara. Inilah yang membuat publik heran, bagaimana mungkin suap itu tunggal? Ketika Robin sebagai penerima, maka tentu ada peran orang lain sebagai pemberi.

Dalam hal pemberi, tidak boleh hanya berhenti di Ajay, mengingat sangat jelas dalam fakta persidangan yang sudah diakui oleh Sekda dimana peran Sekda sebagai mengumpulkan uang haram tersebut dan para kepala OPD yang urunan ini jelas termasuk dalam praktek korupsi atau setidak-tidaknya turut serta mendukung prilaku korupsi di Cimahi.

Sangat beralasan bila suap tidak hanya menjerat penerima, Atut mantan Gubernur Banten contohnya, ia dijerat melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP karena dianggap bersama-sama dengan adiknya menyuap hakim MK saat itu.

Artinya bila kontruksi hukum itu sudah ada dengan perjalanan yang hampir sama antara Banten dan Cimahi yakni ada unsur suap terhadap APH dan adanya dugaan dilakukan secara bersama-sama antara Ajay dengan beberapa pejabat di Kota Cimahi, maka KPK harus memberikan penjelasannya kepada publik.

Tentunya dengan segala proses hukum yang tengah berlangsung kembali di Kota Cimahi, sebagai pemuda Kota Cimahi kami berharap kasus ini dapat diusut secara tuntas sampai ke akar-akarnya, jangan hanya berhenti di Ajay saja. Jerat semua orang yang terlibat dan atau mengetahui bahkan memberi support untuk praktek korupsi di Kota Cimahi, demi dan untuk kebaikan Kota Cimahi.

KPK perlu membersihkan tikus-tikus yang ada di Pemkot Cimahi. Seperti kata Deng Xiaoping, “Tak peduli kucing hitam atau putih yang penting bisa menangkap tikus.” (*)

Penulis Opini : Pemuda Kota Cimahi yang juga alumni Unjani, Septian Anggi Suryana, S.IP

Editor : Rizki Nurhakim

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.