Adhitia Yudisthira Beri Solusi Atasi Persoalan Buruh, Jika Terpilih Jadi Wali Kota Cimahi

Bakal calon (Balon) Wali Kota Cimahi 2024 Adhitia Yudisthira menyiapkan tujuh solusi untuk mengatasi persoalan buruh di Kota Cimahi yang saat ini masih jadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Foto/Istimewa

CIMAHI,BANDUNGSATU.COM – Bakal calon (Balon) Wali Kota Cimahi 2024, Adhitia Yudisthira menyebutkan, peringatan Hari Buruh atau May Day yang diperingati setiap tanggal 1 Mei menjadi momentum penting untuk memperingati perjuangan para pekerja.

“Semangat buruh ini bukan hanya semangat bekerja atau mengabdi kepada tempat dimana mereka bekerja, tapi lebih kepada semangat pergerakan dan perubahan,” ucapnya, Rabu (1/5/2024).

Berdasarkan hasil interaksinya dengan berbagai lapisan masyarakat, Adhitia mengatakan ada tujuh persoalan besar yang dialami oleh para buruh di Kota Cimahi.

Pertama adalah terkait kondisi kerja. Banyak para pekerja kurang siap. Seperti jam kerja yang terlalu panjang, lingkungan kerja yang tidak aman dan sebagainya.

Kedua terkait besaran upah yang tidak mencukupi. Menurutnya, tak sedikit buruh yang menerima upah tidak sesuai upah minimum provinsi (UMP). “Banyak juga yang menerima upah itu tidak sesuai dengan UMP, kemudian upahnya juga kurang dibawah standar, tidak cukup untuk kegiatan sehari-hari,” ujarnya.

Ketiga soal kurangnya peluang kerja. Adhitia menilai, banyaknya jumlah pengangguran di Kota Cimahi lantaran kurangnya peluang kerja. Tingkat pengangguran yang sampai 30 ribu orang lebih di Kota Cimahi akibat dari kurangnya lapangan kerja.

“Tidak match-nya lapangan kerja dengan kemampuan keterampilan dari masyarakat Cimahi sendiri, juga jadi salah satu faktor penyebab,” sambungnya.

Adhitia mengatakan, persoalan keempat kurangnya perlindungan pekerja ke dalam perlindungan hukum, perlindungan sosial yang memadai, asuransi, dan persoalan cuti kurang diatur dengan baik.

Kelima minimnya dialog antara buruh, pekerja, lalu perusahaan, pengusaha, asosiasi perusahaan, asosiasi pengusaha, dan pemerintah ini kurang ada kegiatannya yang sifatnya rutin.

Persoalan keenam yakni minimnya peluang pengembangan keterampilan. Seperti diketahui Kota Cimahi masih minim adanya pelatihan yang membuat meningkatkan keterampilan dan mobilitas kerja.

“Terakhir persoalan perburuhan informal, yang disebut BHL (Buruh Harian Lepas), itu banyak sekali buruh yang bekerja di sektor informal, yang mana kalau bekerja di sektor informal ini lebih terbatas lagi akses-aksesnya untuk mendapatkan hak perlindungan yang sama seperti buruh-buruh formal,” bebernya.

Sebagai salah satu figur muda putra daerah yang siap maju di Pilwalkot Cimahi 2024, Adhitia sudah menyiapkan berbagai inovasi kebijakan untuk mengatasi persoalan buruh di Kota Cimahi.

Dia mengatakan, solusi pertama yakni adanya program pelatihan dan pengembangan keterampilan yang nantinya akan dijadikan visi misi atau janji politik.

“Program keterampilan ini kita khususkan buat mereka yang bekerja di sektor informal dulu, supaya mereka juga selain punya keterampilan punya daya saing di dunia kerja,” ucapnya.

Dirinya juga akan mendorong kemitraan antara Pemkot Cimahi, para pelaku industri perusahaan, dan serikat pekerja untuk bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih berkualitas.

“Ini sesuai tagline saya yang mengusung tema insklusifitas, itu harus mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” tegas Adhitia.

Selanjutnya, solusi ketiga adalah memanfaatkan perkembangan teknologi. Dirinya akan mencoba mengkombinasikan penggunaan IT untuk memfasillitasi omunikasi antara pekerja dan pemerintah.

“Misalkan platform online untuk mencari kerja, nanti kita bikin level kotanya. Lalu, platform pelaporan atas keluhan para pekerja buruh. Yang terakhir, akses informasi perburuhan, jadi belum ada platform yang bisa mengakses informasi perburuhan di Kota Cimahi,” terangnya.

Sementara terkait dengan pengawasan dan penegakkan hukum, lanjut Adhitia, hal ini harus ada sinergi bersama para APH, bahwa persoalan-persoalan terhadap masalah perburuhan juga masih belum menjadi konsern secara terintegrasi antara pemerintah, buruh, dan APH.

“Kadang-kadang buruh juga butuh tau masalah regulasi, hukum, bagaiamana flow menentukan dari besaran UMK, terus bagaimana UMK ini berproses lewat pengupahan daerah dan lain sebagainya,” katanya.

Solusi berikutnya terkait fasilitas pendukung dalam hal ini masalah transportasi untuk kesejahteraan para pekerja.

“Saya juga lagi nyari tau transportasi apa yang paling diinginkan warga Cimahi seperti apa, yang bisa diakses bukan hanya oleh satu kalangan tertentu, bukan cuma pelajar, pegawai negeri, tapi termasuk buruh,” tuturnya.

Terakhir adalah akses program kesejahteraan sosial dan kesehatan. Menurutnya, dampak dari kerja ada resiko yaitu kesehatan dan keselamatan kerja. “Itu yang menjadi inovasi-inovasi baru saya, gambar-gambar dikit, buat dibikin program seandainya terpilih,” pungkasnya. (*)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.