Paham Teknologi, Camat Cikalongwetan Yakini AI Tidak Bisa Gantikan Pekerjaan Kreatif Tertentu

Camat Cikalong Wetan dan juga seorang penulis, Dadang Supardan. Foto/BANDUNGSATU.COM

BANDUNG BARAT, BANDUNGSATU.COM – Camat Cikalongwetan, Bandung Barat, Dadang A Sapardan bisa disebut bukan Camat biasa. Di luar kesibukannya sebagai Camat, ia senang menulis dan juga mengikuti perkembangan teknologi.

Dalam hal menulis, ia bahkan mengikuti perkembangan informasi soal artificial intelligence (AI). Ia mengaku bahwa banyak penulis beraliran sastra yang cukup khawatir jika kepiawaian mereka bisa tergantikan oleh AI, sehingga kemampuan menulisnya bisa dilakukan oleh siapa pun, meski tidak memiliki pengetahuan sastra sekalipun.

“Beberapa minggu ini pada media online terungkap keresahan seorang sastrawan tentang kemampuan Artificial Intelligence (AI) dalam menyusun kata-kata menjadi puisi. Ungkapan yang disampaikannya menyiratkan keresahan akan terberangusnya peran sastrawan dalam penulisan puisi,” kata Dadang, Minggu (19/11).

Kontras dengan keresahan itu, Dadang melihat eran AI bisa mengkonstruksi sebuah peristiwa sejarah, yang tadinya hanya dalam bentuk tulisan, namun bisa diejawantahkan dalam bentuk visual lewat AI.

“Kecanggihan teknologi AI telah mampu menggambarkan suasana sebuah peperangan tempo dulu yang fenomenal. Padahal, peperangan dimaksud selama ini hanya dapat dinikmati melalui tuturan lisan atau tulisan yang disampaikan oleh para sejarawan,” jelas Dadang.

Tak pelak, berbagai kemampuan AI menurut Dadang, mulai memunculkan keresahan berbagai pihak, sejalan dengan perkembangan AI yang menyisir beberapa sektor kehidupan manusia.

Dadang menjelaskan, kehidupan saat ini dihadapkan pada satu dinamika kehidupan yang disebut oleh beberapa pihak sebagai era VUCA. Era VUCA yang merupakan akronim dari Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity.

Kehidupan dalam era ini, kata Dadang, diwarnai dengan dinamika kehidupan yang penuh gejolak/anomali, ketidakpastian, kompleksitas, dan ketidakjelasan/ambigutas. Keberadaan Era ini ditopang fenomena yang dalam beberapa waktu ini mewarnai kehidupan masyarakat global, yaitu revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0 serta kehidupan milenial. Keberadaannya diperkuat pula dengan merebaknya pandemi Covid-19 yang selama lebih kurang 2,5 tahun melanda dunia. Era VUCA telah melahirkan dinamika kehidupan dengan perubahan yang begitu cepat.

Apa yang terjadi begitu cepat di bidang teknologi ini, menurut Dadang bisa memicu fenomena diskrupsi. Meski demikian menurut Dadang, masyarakat harus bisa menghadapi, sehingga bisa beradaptasi atas Perubahan yang terjadi itu.

“Era ini telah melahirkan fenomena disrupsi pada beberapa ranah kehidupan. Semakin maraknya pemanfaatan perangkat digital oleh masyarakat telah melahirkan perubahan pada pola kehidupan mereka,” jelas Dadang.

“Perubahan terjadi pada berbagai ranah kehidupan, semisal, ranah sosial, ekonomi, budaya, serta ranah lainnya. Adanya lompatan perubahan kehidupan tersebut memang merupakan fenomena yang harus dihadapi dan disikapi oleh masyarakat saat ini. Sepertinya, setiap orang sangat sulit untuk menghindari dari fenomena kehidupan yang berkembang saat ini,” imbuhnya.

Ia sendiri mengamati bawa sejak beberapa tahun ke belakang, berbagai ranah kehidupan sudah mulai berubah. Terjadi disrupsi teknologi dalam berbagai ranah kehidupan termasuk di antaranya ranah ekonomi. Saat ini masyarakat sudah terbiasa memanfaatkan proses belanja online atau daring (dalam jaringan) dengan memanfaatkan platform belanja online sebagai medianya.

“Menjamurnya platform belanja online ini berbanding lurus dengan menjamurnya jasa pengiriman barang. Kenyataan demikian telah mengubah budaya kehidupan ekonomi dengan offline atau luring (luar jaringan) yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Budaya belanja luring tersingkirkan oleh keberadaan budaya belanja daring,” ujar Dadang sambil memberikan ilustrasi kebiasaan Belanja yang berubah saat ini.

Menurut Dadang transfromasi kebiasaan Belanja ini telah melahirkan perubahan mendasar. Perubahan bisa dilihat dari semakin maraknya transaksi keuangan yang menggunakan aplikasi sebagai basisnya. Menghilangnya keberadaan kantor pembantu Bank beserta ATM-nya. Tersingkirkannya pemanfaatan alat transaksi transportasi luring oleh alat transportasi daring. Tergantikannya peran sopir dengan sopir otomatis pada kendaraan moderen. Bahkan, peran manusia dalam industri berat pun sudah tergantikan pula oleh robot-robot industri.

Lebih jauh ia menjelaskan, fenoma disrupsi tersebut tidak heran bila akhirnya melahirkan bertumbangannya perusahaan-perusahan yang tidak dapat melakukan adaptasi dengan cepat dan tepat.

“Bagaimana bioskop berguguran karena mudahnya masyarakat mengakses film melalui kanal Youtube. Begitu banyak mall yang mengalami kebangkrutan karena tergeser oleh peran marketplace,” kata Dadang memberikan beberapa contoh.

Dadang bahkan memberikan fakta bahwa imbas perkembangan teknologi yang melaju pesat telah menggerus keberadaan sejumlah Perusahaan media.

“Tidak sedikit perusahaan media yang mengalami kebangkrutan karena tergerus oleh media online yang bisa menyajikan informasi secara realtime. Bahkan, peran televisi yang selama beberapa puluh tahun ke belakang merajai dinamika hiburan masyarakat, sedikit demi sedikit tergeser oleh keberadaan media online,” papar Dadang.

Camat yang sudah menghasilkan banyak tulisan ini pun mengatakan, teknologi AI telah mengubah banyak industri, termasuk manufaktur, layanan jasa, logistik, dan berbagai ranah kehidupan lainnya.

“Berbagai kemudahan ditampilkan oleh keberadaan teknologi ini. Sejalan dengan kemudahan yang disajikan, tidak sedikit korban yang diakibatkan oleh merebaknya teknologi AI. Tidak heran jika rentetan PHK terus berlangsung karena perusahaan-perusahaan sudah memanfaatkan teknologi AI untuk menjalankan usahanya,”

Dadang menambahkan teknologi AI, saat ini, sudah berkembang dengan sangat pesatnya. Teknologi AI atau kecerdasan buatan merupakan kecerdasan yang ditambahkan pada satu sistem yang bisa diatur dalam konteks ilmiah. Teknologi AI merujuk pada kemampuan komputer untuk meniru kecerdasan manusia. Hal ini mencakup berbagai teknik dan metode yang memungkinkan komputer untuk memahami, belajar, dan mengambil keputusan seperti layaknya manusia berdasarkan asupan data yang diberikan.

“Teknologi AI adalah bidang ilmu komputer yang berkonsentrasi pada pengembangan sistem sehingga mampu melakukan tugas-tugas yang biasa dilakukan manusia. Bagaimana kemampuan manusia untuk berpikir dapat dilakukan dan diadopsi oleh teknologi AI. Keberadaan teknologi AI merupakan sebuah entitas yang diharapkan dapat memahami, belajar, beradaptasi, dan berperilaku mirip dengan manusia dalam berbagai situasi,” jelas Dadang.

“Teknologi AI adalah bukti bahwa teknologi sudah sampai pada tahap mendekati kemampuan manusia. Sekalipun demikian, merebaknya teknologi AI dalam kehidupan ini dimungkinkan tidak akan dapat memberangus seluruh pekerjaan yang selama ini memanfaatkan peran manusia di dalamnya,” tambah Dadang.

Meski AI dikhawatirkan akan menggantikan peran manusia, namun Dadang yakin bahwa beberapa pekerjaan yang berkenaan dengan pekerjaan nuansa kreatif, empati, etika, sosial, keterampilan khusus, dan beberapa pekerjaan dengan nuansa kemanusiaan lainnya tak akan bisa bisa diimbangi oleh keberadaan teknologi AI.

“Tentunya, pekerjaan yang berkenaan dengan sisi humanisme (kemanusiaan) tak akan mungkin dapat tergantikan dengan keberadaan teknologi AI,” tegas Dadang.

“Melihat kenyataan tentang sisi kemanusiaan yang menjadi identitas manusia, bisa dimungkinkan bahwa posisinya tidak dapat tergantikan dengan keberadaan teknologi AI,” tambah Dadang.

Ia menegaskan bahwa keberadaan teknologi AI harus dimanfaatkan untuk memudahkan pekerjaan sehingga menghasilkan sesuatu secara lebih efektif dan efisien.

“Untuk sampai pada kondisi demikian, kemampuan melakukan inovasi dan kreativitas sangat dibutuhkan dalam mengimbangi hegemoni teknologi AI dalam kehidupan ini,” pungkasnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.