Gegara COVID-19, ILO Sebut ada Sekitar 400.000 Pelaut Terdampar di Kapal

Helikopter militer menyelamatkan pelaut dari kapal yang tenggelam di Pelabuhan Cua Viet di Provinsi Quang Tri, Vietnam, Minggu (11/10/2020). ANTARA FOTO/Ho Cau/VNA via REUTERS/WSJ/djo

BANDUNGSATU.COM – Ratusan ribu pelaut di seluruh dunia terdampar di lautan karena pembatasan perjalanan akibat virus corona sehingga tidak dapat pulang atau mendapatkan perawatan medis.

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengatakan pada Selasa (12/8). ILO menyerukan negara-negara untuk mengatasi penderitaan para pelaut.

Banyak pekerja pengiriman dan transportasi telah berada di laut selama 17 bulan atau lebih. Karena pembatasan terkait COVID-19, rotasi awak hampir tidak mungkin dilakukan, kata badan tenaga kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa itu.

ILO mengesahkan resolusi yang meminta negara-negara untuk mengambil tindakan dengan memberikan perawatan medis kepada pelaut yang membutuhkan, mengesampingkan persyaratan visa atau dokumentasi dan menetapkan pelaut sebagai pekerja kunci yang diizinkan pulang.

“Masalah yang dihadapi pelaut akibat upaya penanggulangan virus telah berlangsung sangat lama,” kata Direktur Jenderal ILO Guy Ryder dalam pernyataan seperti dirilis bandungsatu.com dari Antara.

“Para pekerja kunci ini terus mengangkut makanan, obat-obatan, dan barang-barang yang kami butuhkan, tetapi jangka waktu yang lama di laut, dan ketidakmampuan pelaut di darat untuk membantu mereka, benar-benar tidak berkelanjutan.”

Sekitar 90 persen barang perdagangan dunia diangkut melalui laut. Pembatasan virus corona telah melumpuhkan rantai pasokan, bahkan saat penguncian di beberapa bagian dunia diperlonggar.

Nautilus International, persatuan dari sekitar 20.000 pekerja pengiriman, telah meluncurkan kampanye global untuk pergantian awak kapal sebelum Natal.

Organisasi yang berbasis di London itu memperkirakan 400.000 pelaut terdampar di kapal, tidak dapat ditolong.

Sekitar 400.000 pelaut lainnya ada di rumah, tidak dapat mengambil alih pekerjaan di laut dan mengalami kesulitan keuangan yang serius, katanya.

Pada pertemuan puncak virtual yang diselenggarakan oleh Inggris pada Juli, belasan negara termasuk Amerika Serikat, Jerman, dan Singapura setuju untuk membuka perbatasan mereka bagi pelaut dan meningkatkan jumlah penerbangan komersial untuk mempercepat upaya repatriasi. (RZK)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.