Tiga Pekan, Komoditas Cabai Penyebab Inflasi Tak Kunjung Turun

BANDUNGSATU.COM- Harga cabai di sejumlah pasar tradisional Kabupaten Bandung Barat (KBB) tak kunjung turun. Sudah lebih dua pekan, harga komoditas Beras dan Cabai ini yang kerap menjadi penyebab inflasi.
Pantauan di Pasar Tagog Padalarang, harga cabai rawit domba (merah) dan cabai tanjung Rp 100 ribu per kilogram, cabai keriting Rp 80 ribu per kilogram, dan cabai rawit  hijau Rp 60 ribu per kilogram.
Tingginya harga cabai tak hanya dikeluhkan konsumen tapi juga pedagang. Pasalnya, sejak terjadi kenaikan harga penjualan menurun drastis.
“Dengan harga mahal seperti sekarang, saya tak berani stok banyak. Biasanya stok cabai rawit merah 7 kilogram per hari, sekarang paling banyak 4 kilogram itu pun enggak habis,” kata Sumiati (47) pedagang sayuran di Pasar Tagog Padalarang, Rabu (29/11/2023).
Konsumen yang biasanya membeli 1 kilogram sekarang paling banyak 0,5 kilogram. Begitupun yang biasa membeli 1/4 kilogram turun menjadi 1 ons.
“Turunnya penjualan membuat stok tak pernah habis, kalau sudah begitu banyak cabai yang terbuang karena busuk,” ucapnya.
Ia mengungkapkan, dirinya tak pernah berbelanja sayuran ke Pasar Induk Caringin. Lebih memilih membeli dari pemasok yang mengambil langsung dari petani.
“Saya khawatir tidak akan turun dalam waktu dekat, selain faktor cuaca karena sekarang menghadapi Pemilu. Berkaca kepada pengalaman lalu, setiap Pemilu selalu berpengaruh kepada harga sayuran,” ujarnya.
Masih tingginya harga cabai, juga terjadi pada harga beras. Meski tidak lagi naik, tapi sudah berbulan-bulan tak kunjung turun.
Salah seorang pedagang beras di Pasar Tagog Padalarang, Kris Dandi Ramadan (25) mengakui harga beras belum kembali turun pasca kenaikan lalu.
“Harga memang stabil tidak naik lagi, tapi belum kembali ke harga semula. Contohnya harga beras terendah sekarang Rp 12.800 per kilogram, padahal sebelumnya Rp 11.000 per kilogram. Meski naik, tapi beras termurah ini sekarang paling banyak dibeli masyarakat,” kata Kris.
Sebagian besar beras yang dijual di kiosnya didatangkan dari daerah Jawa Tengah. Sementara dari daerah Jawa Barat, seperti Kabupaten Cianjur terbatas.
“Sebenarnya ada juga beras lokal Ngamprah, tapi jarang. Kalaupun ada harganya mahal,” sebutnya.
Ia pun mengaku, sejak harga beras tinggi penjualan mengalami penurunan 30-40 persen. Akibat turunnya daya beli masyarakat, dirinya terpaksa menurunkan stok beras.
“Kalau harganya normal, berani stok 4 ton sekarang paling tinggi hanya 3 ton. Ini disesuaikan dengan daya beli masyarakat. Sekarang sudah jarang yang beli karungan, kecuali rumah makan ya. Konsumen rumah tangga yang biasa beli karungan, sekarang paling 5-10 kilogram,” tukasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.