Mungkinkah Pemda KBB Kembali Mendapat Opini WTP dari BPK?

Bupati Bandung Barat, Hengki Kurniawan meminpin upacara hari jadi Otonomi Daerah tingkat Kabupaten Bandung Barat yang dilaksanakan di Plasa Mekarsari, Rabu (26/4) Foto/Istimewa

BANDUNG BARAT,BANDUNGSATU.COM – Khususnya di daerah, di setiap awal tahun bahwa pejabat ASN selalu disibukan dan fokus untuk mempersiapkan diri guna mampu menyajikan dokumen yang diperlukan untuk menunjukan keselarasan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah pada tahun sebelumnya.

Pasalnya pada bulan Februari masa dimulainya proses pemeriksaan yang dilakukan BPK sebagai lembaga negara yang secara konstitusional memiliki wewenang untuk mengukur tingkat kelayakan pengelolaan keuangan negara (realisasi APBN) yang dilakukan lembaga pemerintah pusat, dan keuangan daerah (realisasi APBD) yang dilakukan pemerintah daerah.

Sebenarnya dalam konteks pemeriksaan keuangan ini ada peran dan wewenang parlemen baik DPR maupun DPRD yang tidak pernah dilakukannya. Yaitu, saat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK diterima parlemen dan dilakukan pembahasan sebagaimana mestinya, manakala terdapat keganjilan yang berindikasi penyimpangan yang berpotensi kerugian negara/daerah, bahwa DPR dan atau DPRD berwenang mengajukan permintaan kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan yang bersifat investigatif.

Sehingga fakta yang sebenarnya bisa terang benderang. Namun konsekwensinya hasil pemeriksaan investigasi ini harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Maka dari itu, pertimbangan kenapa DPRD tidak pernah menggunakan wewenang ini mungkin dikarenakan kedudukan kedua lembaga ini yaitu pemerintah daerah dan DPRD merupakan satu kesatuan penyelenggara pemerintahan daerah, yang sedikit banyak akan berkait langsung atau tidak langsung dengan persoalan pengelolaan keuangan daerah.

Selain daripada itu, berdasarkan hasil pemantauan, bahwa pada bulan April kemarin, BPK telah menyelesaikan pemeriksaannya, dan dokumen LHP BPK telah diserahkan kepada kepala daerah untuk ditindaklanjuti. Artinya, didalam dokumen ini terdapat banyak temuan, sekaligus rekomendasi BPK agar kepala daerah beserta jajarannya diberi waktu selama 60 hari, untuk memperbaiki, melengkapi dan dapat menyajikan dokumen pelengkap untuk mengurangi dan menghapus beberapa temuan.

Namun demikian, biasanya dalam tahap tindak lanjut ini, rata-rara Daerah tidak pernah ada yang mampu memenuhi kewajibannya menindaklanjuti semua temuan BPK ini. Ada sebagian yang mampu ditindaklanjuti, bahkan tidak ada satupun yang bisa ditindaklanjuti.

Akhirnya atas dasar kajian intern auditor BPK atas tindak lanjuti yang dilakukan Pemda, maka ditetapkan opini BPK terhadap hasil pemeriksaan ini, dan disampaikan kepada DPRD sebagai bahan pembahasan lebih lanjut. Satu hal yang menjadi sorotan publik adalah masa rawan dalam tahapan saat menentukan opini ini. Fakta menunjukan bahwa baru-baru ini terjadi OTT KPK terhadap oknum auditor BPK dan pejabat Pemda di suatu Daerah yang sedang melakukan “transaksi”. Kejadian seperti ini berkali2 terjadi di Daerah.

Kita masih ingat tahun 2020 menimpa Bupati Bogor beserta jajarannya dan beberapa oknum auditor BPK terjerat OTT KPK. Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan baru-baru ini di media saat pemeriksaan BPK berlangsung dengan penuh optimisme akan berusaha mempertahankan raihan prestasi seperti tahun sebelumnya yaitu mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebagai opini tertinggi yang menunjukan kinerja pengelolaan keuangan daerah.

Namun banyak kalangan meragukan hal ini, karena dalam tahun anggaran berjalan secara faktual selalu diterpa isu defisit anggaran dan isu-isu miring lainnya. (*)

Penulis : Wanhat P4KBB, Djamu Kertabudi.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.