Pemerintah Harus Antisipasi Dampak La Nina Terhadap Sektor Pertanian

Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan, Riyono sedang memantau aktivitas para petani. Foto/Istimewa

BANDUNGSATU.COM – Pandemi masih menjadi ancaman serius bagi semua sektor. Bisa jadi gelombang ke tiga akan terjadi jika abai terhadap protokol kesehatan. Belum usai Covid-19, kita sudah di hadapkan kepada bencana hidrometeorologi yang di rilis oleh BMKG tentang lahirnya La Nina pada akhir tahun 2021.

La Nina merupakan fenomena alam yang menyebabkan udara terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi. La Nina juga merupakan anomali sistem global yang cukup sering terjadi dengan periode ulang berkisar antara dua sampai tujuh tahun.

La Nina di Jateng diprediksi akan berdampak pada peningkatan intensitas curah hujan kisaran 20 – 70% diatas normal. Akibatnya bencana banjir dan longsor akan dominan di sepanjang tahun 2021 akhir sampai 2022.

Wajah ganas La Nina sudah membuktikan dirinya. Kasus longsor di Batu Malang memberikan peringatan serius bahwa La Nina menjadi ancaman serius bagi semua lini, bukan hanya sektor infrastruktur.

Pertanian menjadi sektor yang terdampak, kerusakan lahan pertanian, target hasil panen terganggu, kerugian ekonomi, bahkan hilangnya nyawa petani. Kerugian karena La Nina bisa mengakibatkan kerusakan berat bagi sektor pertanian, sehingga perlu antisipasi ketahanan pangan secara nasional.

Kerusakan hebat yang diakibatkan oleh si “gadis kecil” ini harus diantisipasi oleh pemerintah sejak sekarang. Alarm bahaya sudah harus dinyalakan sejak sekarang, tidak nunggu terjadinya korban bahkan kerugian yang melanda petani di perdesaan.

“Uji coba dan simulasi serta pemetaan dampak La Nina di sektor pertanian mutlak dilakukan agar bisa diantisipasi sejak dini. Misalnya, berapakah lahan pertanian yang terkena dampak? Berapa tonase panen yang akan hilang? Bahkan ekstrim perlukah melakukan “impor” pangan jika kondisi kerusakan memang hebat,” kata Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan, Riyono, Senin (15/11/2021).

Dijelaskannya, bencana Hidrometeorologis berupa La Nina ini akan menjadi membuat susah petani dan bisa mengancam cadangan pangan nasional di level terendah yaitu keluarga, khususnya petani. Akibat pandemi membuat kebutuhan tinggi dan pemasukan berkurang. Jangan lagi karena La Nina kondisi petani akan semakin susah karena gagal panen.

Perlunya antisipasi penanggulangan dari petani dan pemerintah. Kesadaran petani akan pengetahuan terkait La Nina wajib dikuatkan agar bisa mengantisipasi sejak dini. Sosialisasi berbagai rencana penanggulangan harus diberikan kepada kelompok tani. Petani harus menjadi obyek utama terhadap penanggulan dini bencana La Nina ini.

Berikutnya adanya early warning system berbasis teknologi yang digunakan untuk pemantauan sikon pergerakan La Nina harus hadir di pusat – pusat pertanian perdesaan. Ancaman utama bagi nasib petani adalah adanya banjir yang bisa merusak panen total. Adanya pantauan real time bisa memberikan informasi kondisi cuaca dan potensi curah hujan yang bisa akibatkan banjir.

Terakhir adalah jaminan asuransi untuk hasil panen petani. Asuransi memberikan kenyamanan dan ketenangan petani, pemerintah perlu menjamin ketersedian pangan dengan membeli hasil panen petani dan bahkan menjamin akan mengganti hasil panen jika terkena La Nina.

“Ketangguhan sikap petani yang sudah biasa dengan kondisi apapun harus dikuatkan oleh pemerintah melalui langkah nyata dan produktif,” pungkasnya. (*)

Editor : Rizki Nurhakim

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.