Pemda KBB Buat Kesalahan Fatal Izinkan Pengembang Bangun Pasar di Lahan Sengketa

Lahan Pasar Panorama Lembang yang bermasalah sehingga memicu polemik harus jadi tanggungjawab Pemda KBB, karena dianggap melakukan kesalahan fatal dengan mengizinkan pembangunan pasar kepada pihak ketiga padahal lahannya bersengketa. Foto/Istimewa

BANDUNGSATU.COM – Polemik kepemilikan lahan Pasar Panorama Lembang, Kabupaten Bandung Barat terus bergulir dan berujung saling gugat. Gugatan PT Bangunbina Persada selaku pihak ketiga yang telah membangun Pasar Panorama Lembang ke Bupati Bandung Barat juga dinilai sebagai langkah tepat.

Sementara gugatan PT Bangunbina Persada kepada ahli waris dinilai salah sasaran mengingat, ahli waris lahan Pasar Panorama Lembang yakni keluarga Adiwarta tidak pernah bersengketa dengan pihak ketiga. Ahli waris juga merasa dirugikan oleh Pemda KBB karena lahannya diklaim oleh Pemda dan hingga kini tuntutan ganti rugi Rp116.185.000.000 sesuai keputusan pengadilan juga tak kunjung dilaksanakan.

“Kalau PT Bangunbina Persada menggugat ahli waris salah karena gak pernah berhubungan apapun, tapi kalau menggugat ke Pemda KBB tepat. Sebab Pemda telah membuat kesalahan fatal yang memberikan izin ke pihak PT Bangunbina Persada membangun pasar, padahal lahan itu milik ahli waris (Adiwarta),” kata Tokoh Masyarakat Bandung Utara, Lili Supriatna, Kamis (29/12/2022).

Menurutnya, Pemda KBB harus bertanggungjawab atas kekisruhan dan polemik yang terjadi di Pasar Panorama Lembang. Pasalnya kini pihak PT Bangunbina Persada sebagai pengembang merasa khawatir investasi yang telah mereka tanamkan tak kembali, sementara pedagang khawatir bakal kehilangan aset kios ataupun lapaknya.

Mengapa Pemda KBB bertindak sembrono dengan memberikan izin pembangunan, padahal lahan yang dipakai itu masih bersengketa. Celakanya berdasarkan hasil keputusan pengadilan lahan Pasar Panorama Lembang ternyata dimiliki oleh ahli waris keluarga Adiwarta.

“Jika sedari awal PT Bangunbina Persada mengetahui hal tersebut, mungkin mereka tidak akan berani membangun pasar tersebut, karena sangat berisiko,” tegas Lili yang juga menjabat sebagai Ketua MPI DPD KNPI KBB ini.

Atas kejadian ini, lanjut dia, semestinya Pemda KBB yang melakukan perlawanan jika eksekusi dilakukan, karena risiko sudah memberikan ijin membangun disana kepada PT Bangunbina Persada. Pemda KBB saat itu berpedoman kepada Surat Bupati Bandung Barat Nomor 593/922/hukum, tanggal 5 Agustus 2016 yang ditandatangani Bupati Abubakar.

Surat Pemda KBB atas jawaban surat somasi kepada Nanang Solihin kuasa hukum Rudi Alamsjah sebagai ahli waris Adiwarta itu menyatakan, tanah dengan Persil 74 seluas kurang lebih 2,337 hektare atau yang dahulu disebut Pasar Panorama Lembang adalah merupakan aset Pemda KBB. Itu yang kemudian menjadi dasar Pemda KBB mengeluarkan izin dan perjanjian pembangunan Pasar Panorama Lembang oleh PT Bangunbina Persada.

Tapi nyatanya keputusan tersebut belum incrach, sebab setelah pihak ahli waris Adiwarta mengajukan PK ke Mahkamah Agung, akhirnya keluar ketetapan jika lahan tersebut milik ahli waris Adiwarta. Artinya Pemda KBB telah kalah dan dinyatakan tidak berhak mengklaim sebagai pemilik atas lahan Pasar Panorama Lembang itu.

Upaya Pemda KBB melalui Bupati Bandung Barat yang mengajukan PK juga gagal dan tidak terima oleh Mahkamah Agung. Hal itu menjadi keputusan Nomor 871 PK/pdt/2021 Mahkamah Agung pada hari Senin 20 Desember 2021 oleh Dr.H. Zahrul Rabain, S.H, M.H, hakim agung yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung. Bupati Bandung Barat juga harus membayar Rp2,5 juta untuk biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dalam pemeriksaan peninjauan kembali.

Pungutan Retribusi Cacat Hukum

Termasuk Pemda KBB juga wajib membayar ganti rugi kepada pemilik lahan Pasar Panorama Lembang atau ahli waris keluarga Adiwarta sebesar Rp116.185.000.000. Mengingat lahan seluas 23.370 meter persegi tersebut sudah dibangun pasar dan dikerjasamakan dengan pihak ketiga sejak tahun 2016. Dimana Pemda KBB telah mendapatkan PAD dari retribusi pedagang ataupun parkir kendaraan dari keberadaan pasar tersebut.

Persoalan lahan Pasar Panorama Lembang yang bukan milik Pemda KBB berimbas kepada retribusi yang selama ini ditarik dan disetorkan ke kas Pemda KBB sebagai PAD. Sebab pungutan tersebut cacat hukum atau masuk kriteria pungutan liar (pungli) mengingat dasar hukum aturannya tidak ada.

Berdasarkan catatan, sejak tahun 2016 sampai 2022 Pemda KBB telah menerima presentase pengelolaan dan retribusi Pasar Panorama Lembang dari pihak PT Bangunbina Persada total senilai Rp6.714.120.960, yang ditransfer ke rekening kas umum daerah Pemda KBB di Bank Jabar Banten Cabang Padalarang.

Yakni rinciannya di tahun 2016 senilai Rp296.460.000, tahun 2017 senilai Rp711.504.000, tahun 2018 senilai Rp1.036.407.600. Kemudian di tahun 2019 senilai Rp1.080.131.760, tahun 2020 senilai Rp1.143.162.000, tahun 2021 senilai Rp1.196.539.200, dan tahun 2022 senilai Rp1.249.916.400.

“Itu artinya Pemda KBB melakukan penarikan retribusi baik dari pedagang ataupun parkir kendaraan di lahan yang bukan milik pemda selama bertahun-tahun. Semua itu bisa dikategorikan pungutan liar dan cacat secara hukum,” pungkasnya. (*)

Editor : Rizki Nurhakim

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.