Beritakan Pandemi COVID-19, Ratusan Wartawan Dipenjara Selama 2020

Dokumentasi--Wartawan Reuters Kyaw Soe Oo tersenyum gembira seraya berjalan bebas keluar dari penjara setelah ia menerima amnesti presiden, di Yangon, Myanmar, Selasa (7/5/ 2019). ANTARA FOTO/REUTERS-Myat Thu Kyaw/hp

BANDUNGSATU.COM – Ratusan wartawan dipenjara sepanjang 2020 saat pemerintah menindak keras peliputan pandemi virus corona atau berupaya menekan pemberitaan kerusuhan sipil, demikian Komite untuk Perlindungan Wartawan (CPJ) pada Selasa (15/12).

Sedikitnya 274 wartawan dijebloskan ke penjara hingga 1 Desember, tertinggi sejak kelompok yang bermarkas di New York itu mulai mengumpulkan data pada awal 1990an, menurut laporan. Angka itu naik dari sedikitnya 250 wartawan tahun lalu.

Ketegangan politik dan aksi protes menyebabkan banyak penangkapan, dengan sebagian besar terjadi di China, Turki, Mesir dan Arab Saudi, katanya.

Di tengah pandemi COVID-19, para pemimpin otoriter berupaya mengendalikan pemberitaan dengan menangkap para wartawan. Setidaknya dua wartawan meninggal usai terinfeksi penyakit di balik jeruji besi, menurut laporan tersebut.

“Mengejutkan dan mengerikan bahwa kami sedang menyaksikan rekor jumlah wartawan yang dibui di tengah pandemi global,” kata Direktur Eksekutif CPJ, Joel Simon melalui pernyataan seperti dilansir bandungsatu.com dari Antara.

Laporan itu menyalahkan kurangnya kepemimpinan global terhadap nilai-nilai demokrasi, dan apalagi serangan terhadap media oleh Presiden AS Donald Trump, yang dikabarkan memberi perlindungan kepada otoritas untuk menindak para wartawan di negara mereka sendiri.

Secara global 34 wartawan dibui karena “berita hoaks” sepanjang 2020, dibanding 31 wartawan tahun lalu, katanya.

“Rekor jumlah wartawan yang dipenjara di seluruh dunia merupakan warisan kebebasan pers Presiden Trump,” kata Simon.

Meski tidak ada wartawan yang dijebloskan ke penjara di AS hingga 1 Desember, 110 wartawan ditangkap atau didakwa pada 2020, banyak di antaranya yang tengah meliput demonstrasi terhadap kebrutalan polisi, kata CPJ.

Negara-negara, tempat penangkapan awak media naik secara signifikan mencakup Belarus, di mana terpilihnya kembali presiden yang telah lama berkuasa menuai protes massal dan Ethiopia, di mana kerusuhan politik menyebabkan konflik bersenjata.

Laporan itu menemukan bahwa dua pertiga dari wartawan yang mendekam di penjara didakwa dengan kejahatan anti negara seperti terorisme atau keanggotaan kelompok terlarang. Sementara itu, tidak ada ada tuduhan yang terkuak pada hampir 20 persen kasus. (*)

Editor : Rizki Nurhakim

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.