Asal Usul Vaksin Sinovac, Bukan yang Pertama di China Tapi Populer di Indonesia

Cuplikan foto Presiden Joko Widodo disuntik vaksin pada 12 Januari 2021 yang dimuat salah satu media di China.

BANDUNGSATU.COM – Nama Sinovac boleh jadi tidak setenar Sinopharm dalam tataran penelitian dan pengembangan vaksin yang menjadi solusi dalam mengatasi pandemi COVID-19.

Meskipun keduanya menggunakan metode yang sama, yakni melemahkan virus (inaktif) yang kemudian partikelnya dipakai untuk membangkitkan imun tubuh agar bisa mengenali virus penyebab COVID-19 tanpa harus menghadapi risiko infeksi serius, Sinovac Biotech Ltd masih berada di bawah bayang-bayang Sinopharm Group Co Ltd.

Apalagi Sinopharm yang berbadan hukum BUMN itu telah mengantongi izin edar vaksin secara terbatas dari otoritas obat-obatan China per 30 Desember 2020 setelah dinyatakan aman dengan tingkat efikasi yang mencapai 79,34 persen.

Dominasi Sinopharm pun sejak saat itu makin meluas di wilayah daratan berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu, apalagi sebelum izin keluar telah melakukan simulasi distribusi ke 31 provinsi di China.

Penggunaan di beberapa kota besar di China pun masif, meskipun secara terbatas hanya pada sembilan kelompok masyarakat berisiko tinggi, seperti petugas inspeksi barang beku impor bea cukai, operator transportasi publik, warga setempat yang hendak bepergian ke luar negeri untuk tujuan bekerja atau belajar.

Setelah mendapatkan kepercayaan luas di China, Sinopharm yang memiliki dua laboratorium biosecurity di Wuhan dan Beijing itu kemudian berupaya meningkatkan kapasitas produksinya dari 12 juta dosis menjadi 1 miliar dosis dalam satu tahun.

Sementara, Sinovac masih belum mengantongi izin edar di China (setidaknya sampai tulisan ini diturunkan) karena menunggu hasil uji klinis tahap ketiga di Brazil, Turki, dan Indonesia.

Walau begitu Sinovac juga telah digunakan secara terbatas untuk keperluan darurat di tiga kota di Provinsi Zhejiang, yakni Yiwu, Jiaxing, dan Shaoxing.

Di China sebenarnya bukan Sinopharm dan Sinovac saja, namun ada institusi lain, seperti CanSino yang sama-sama mengembangkan vaksin COVID-19.

Namun sampai sekarang memang baru Sinopharm yang sudah mendapatkan izin edar resmi secara terbatas.

Beberapa negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Bahrain menggunakan produk Sinopharm.

Sinovac dipilih Indonesia karena yang pertama dan paling rajin mengajukan penawaran. Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah kesedian Sinovac untuk mentransfer teknologi vaksin kepada Biofarma, mitranya di Indonesia.

Oleh sebab itu, tidak heran kalau pengiriman tahap ketiganya dari Beijing menuju Indonesia pada Selasa (12/1/2021) sebanyak 15 juta dosis dilakukan dalam bentuk curah sehingga bisa dikembangkan dan dikemas lebih lanjut oleh Biofarma.

Dikeluarkannya sertifikat halal oleh Majelis Ulama Indonesia dan keamanan penggunaan oleh Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) RI terhadap vaksin CoronaVac membuat Sinovac lega.

Vaksin CoronaVac yang disuntikkan kepada Presiden Joko Widodo pada Rabu (13/1/2021) makin menumbuhkan rasa percaya diri Sinovac.

“Vaksin CoronaVac efektif dan aman,” ujar CEO Sinovac Biotech Yin Weidong dalam jumpa pers di Beijing setelah menyaksikan siaran langsung penyuntikan vaksin kepada Presiden Jokowi itu.

Dengan penuh keyakinan, dia pun menyebutkan bahwa tingkat efikasi vaksin buatannya di Turki mencapai 91,3 persen, sedangkan di Brazil dan Indonesia bisa mengatasi kasus infeksi ringan, masing-masing 78 persen dan 65,3 persen.

Sejauh ini tidak ada laporan mengenai dampak serius dari vaksin buatan Sinovac itu.

“Saya merasa normal saja, tidak ada rasa yang berbeda sebelum dan sesudah disuntik vaksin,” kata Kepala Pusat Kesehatan TNI Mayor Jenderal Tugas Ratmono setelah disuntik CoronaVac.

“Saya enggak ada apa-apa, enggak ada bengkak, enggak pingsan, masih hidup, tetap ngegas,” tutur dr Tirta Mandira Hudhi, salah seorang influencer, setelah menerima suntikan vaksin di Puskesmas Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (14/1/2021).

Imbauan vaksin pun makin meluas ke seantero Nusantara, baik melalui tanda pagar maupun foto diri di medsos dengan beraneka ragam nama institusi dan organisasi.

“Saya juga telah memerintahkan agar proses vaksinasi pada kurang lebih 181,5 juta rakyat Indonesia bisa diselesaikan sebelum akhir tahun 2021 ini,” kata Presiden Jokowi.

Pusat Produksi

Foto-foto Presiden Jokowi saat disuntik vaksin buatan Sinovac itu telah menghiasi berbagai media massa dan media sosial di China.

Apalagi pada saat itu bersamaan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri sekaligus Dewan Pemerintahan China Wang Yi ke Jakarta dengan agenda utama bertemu Presiden Jokowi.

Maka tidak heran kalau kemudian Beijing memberikan dukungan penuh kepada Indonesia sebagai pusat produksi vaksin di kawasan Asia Tenggara.

Sebelumnya, pemerintah China juga berharap peningkatan kerja sama pengembangan vaksin lebih lanjut.

China sangat ingin melanjutkan penguatan kerja sama dengan Indonesia, mendukung upaya anti epidemi, dan bersama-sama mencukupi kebutuhan vaksin negara-negara berkembang dan negara-negara Islam dengan harga terjangkau, demikian pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri China kepada ANTARA Beijing pada Senin (11/1/2021) menanggapi keluarnya sertifikat halal MUI untuk vaksin CoronaVac.

Hal itu tentu saja membawa angin segar bagi produsen vaksin China, baik Sinovac, Sinopharm, maupun yang lainnya, di tengah berita keraguan akan kemanjurannya.

China tidak lagi pusing dengan media-media Barat yang membandingkan keampuhan vaksin Sinopharm dan Sinovac yang jauh berada di bawah Pfizer dengan tingkat efikasi di atas 90 persen.

Berita kematian 23 orang berusia lanjut di Norwegia yang diduga terkait dengan vaksin Pfizer seakan menjadi amunisi bagi media-media China untuk melakukan serangan balik terhadap media-media Barat.

“Kenapa media AS bungkam soal kematian akibat vaksin Pfizer?” demikian judul editorial Global Times edisi 15 Januari 2021.

Harian yang dikelola partai berkuasa di China itu juga menurunkan seruan pakar agar menangguhkan penggunaan vaksin Pfizer di kalangan orang tua berusia lanjut.

Jika terbukti disebabkan oleh vaksin tersebut, maka efek samping vaksin Pfizer dan vaksin yang menggunakan metode mRNA lainnya tidak sebaik yang diharapkan karena tujuan utama pemberian vaksin mRNA adalah untuk menyembuhkan pasien, demikian pernyataan Yang Zhanqiu, virolog dari Wuhan University. (*)

Editor : Rizki Nurhakim

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.