Skema Belanja BPNT Berubah, Ribuan Agen E-Warong di KBB Terancam Gulung Tikar

Warga yang merupakan KPM di Desa Cililin, KBB, saat berbelanja kebutuhan mereka usai menerima bantuan penyaluran BPNT sebesar Rp 600 ribu untuk tiga bulan dari pihak PT Pos, Selasa (2/3/2022). Foto/BANDUNGSATU.COM

BANDUNGSATU.COM – Ribuan agen penyalur bantuan sembako atau e-warong di Kabupaten Bandung Barat (KBB) terancam gulung tikar. Hal itu disebabkan Kementerian Sosial yang mengubah kebijakan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kepada keluarga penerima manfaat (KPM).

Yakni dengan memberikan dana tunai sebesar Rp 200 ribu per bulan dan pencairannya dilakukan melalui kantor pos. Untuk proses pencairannya dilakukan langsung tiga bulan sehingga KPM mendapatkan uang Rp 600 ribu. Bahkan programnya pun bukan lagi disebut BPNT tapi bantuan sembako.

Perubahan itu tertuang dalam surat Dirjen Penanganan Fakir Miskin, tertanggal 18 Februari 2022, nomor 592/6/BS.01/2/2022 tentang Percepatan Penyaluran Bansos Sembako/BPNT periode Januari-Maret 2022.

Padahal selama ini BPNT merupakan bantuan sosial pangan dalam bentuk non tunai dari pemerintah yang diberikan kepada KPM setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik. Bantuan itu digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di pedagang bahan pangan atau e-warong yang bekerjasama dengan bank.

“Adanya kebijakan baru tersebut maka KPM bebas berbelanja dimana saja tidak harus ke e-warong. Imbasnya agen-agen yang selama ini menjadi penyalur sembako banyak yang kelimpungan, padahal di KBB jumlahnya ribuan,” kata agen e-warong Shoffiyah, Deden di Cililin, Rabu (2/3/2022).

Dirinya pun mempersoalkan kebijakan tersebut yang malah rentan menimbulkan persoalan baru. Pasalnya, KPM yang memegang uang tunai bisa saja membelanjakan di luar ketentuan. Sebab ada KPM yang menggunakan BPNT buat beli pulsa, bahkan ironisnya dipakai buat bayar utang ke bank emok.

Sementara secara aturan masih tetap sama, bahwa barang yang dibeli harus memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat dan vitamin. Serta setiap bukti berbelanja dilengkapi dengan struk. Namun kenyataan di lapangan banyak yang melenceng, karena tidak adanya pengawasan. Sehingga tujuan pemerintah dari digulirkannya BPNT tidak tercapai.

“Bukti pembelian bisa saja disiasati, memakai kuitansi palsu. Dengan demikian uang yang habis buat bayar utang maupun beli pulsa, bisa ditulis buat belanja sembako,” imbuhnya.

Guna bertahan hidup kini agen e-warong miliknya bertransformasi menjadi toko umum yang bisa melayani pembeli bukan hanya KPM saja tapi juga pembeli umum. Namun ketika ada KPM yang berbelanja dengan cara gesek di EDC atau mini atm juga dilayani. Hal itu agar mesin EDC miliknya yang selama tiga tahun dipakai melayani KPM tidak mubajir.

Lebih lanjut dikatakannya, informasi yang didapat dibeberapa tempat saat KPM menerima uang tunai BPNT sudah ada yang mengarahkan untuk berbelanja sembako ke seseorang. Jika KPM tidak membelanjakan ke pihak tertentu yang ada di sana, ditakut-takuti akan dicoret dari daftar KPM. Jadi pada akhirnya terjadi monopoli karena KPM tidak bebas berbelanja di tempat mana saja.

“Memang pembagian uang oleh PT Pos tapi banyak yang dilakukan di desa, dan tidak ada pengawasan dari PT Pos sampai hilirnya seperti apa. Padahal banyak KPM yang diarahkan untuk membeli sembako yang sudah disediakan di lokasi itu (desa),” tuturnya seraya menyebutkan di Desa Cililin ada sekitar 800-1.500 KPM.

Salah seorang KPM, Oom Komariah (68) lebih memilih membelanjakan uang BPNT di bekas agen karena kualitas barang yang dijual terjamin. Selain itu dirinya bisa bebas belanja membeli apa aja kebutuhan yang mendesak dibutuhkannya. Dari total uang Rp 600 ribu yang diterimanya, habis buat berbelanja sembako Rp 300 ribu, sedangkan sisanya buat dibelikan gas, minyak goreng, dan sebagainya.

“Dari dulu saya biasa berbelanja di e-warong atau agen sekalipun sekarang dibebaskan berbelanja dimana saja, saya memilih belanja ke sini karena berasnya premium, telornya pun segar,” ucapnya.

Warga lainnya, Euis mengaku diarahkan oleh pihak desa untuk membeli sembako di tempat yang sudah ditentukan. Hal itu setelah dirinya mendapatkan uang pencairan BPNT Rp 600 ribu. Apalagi kalau tidak belanka di sana, infonya akan dicoret dari daftar penerima bantuan untuk periode mendatang.

“Katanya harus beli sembakonya di gedung PGRI, ditempat lain ga boleh, itu arahan dari desa. Kalau gak beli nanti dicoret, dan pas belanja juga harus difoto,” imbuhnya. (*)

Editor : Rizki Nurhakim

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.